Jakarta Barat Pos – Kepolisian Resor Maros berhasil menangkap seorang guru pondok pesantren berinisial AH (40) yang diduga melakukan pelecehan seksual terhadap santriwatinya. Penangkapan ini berawal dari laporan orang tua siswa yang merasa anak-anak mereka menjadi korban tindakan yang tidak terpuji tersebut. Kasus ini telah mencuatkan kekhawatiran besar di masyarakat, khususnya di kalangan keluarga yang mengirimkan anak-anak mereka untuk menuntut ilmu di pondok pesantren tersebut.
Kepolisian Maros, melalui KBO Satreskrim, Inspektur Satu Mukhbirin, mengungkapkan bahwa korban tidak hanya satu, tetapi setidaknya ada 20 santriwati yang diduga menjadi sasaran pelecehan seksual dari AH. Laporan pertama kali disampaikan oleh orang tua salah satu korban pada hari Senin, 3 Desember 2024, yang kemudian memicu penyelidikan lebih lanjut. Menurut Mukhbirin, para korban adalah santriwati yang merupakan anak didik AH di pondok pesantren tersebut.
Modus yang digunakan oleh AH dalam melancarkan aksinya cukup mengejutkan. Polisi menjelaskan bahwa pelaku memanfaatkan tugas hafalan Alquran untuk mendekati para korban. AH diduga melakukan pelecehan seksual terhadap santriwati saat mereka menghadap untuk menyetor hafalan. Ketika santriwati tersebut sedang diuji hafalan mereka, AH meraba tubuh korban di luar batas kewajaran. Tindakan ini berlangsung sejak Oktober 2024, dan menurut keterangan polisi, pelaku sudah melakukan hal tersebut kepada sejumlah korban.
Kepolisian Maros kini tengah menyelidiki lebih lanjut kasus ini, dengan mempertimbangkan ancaman hukuman yang akan dijatuhkan kepada AH. Berdasarkan pasal yang diterapkan, AH terancam dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Anak, yang mana jika terbukti bersalah, ia bisa dijatuhi hukuman penjara hingga 15 tahun. Selain itu, AH juga akan dihadapkan pada proses hukum yang ketat, mengingat sifat kejahatan yang dilakukannya sangat merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan agama.
Kasus ini tidak hanya mencoreng nama baik pelaku, tetapi juga berdampak besar bagi pondok pesantren yang selama ini dipercaya oleh banyak orang tua sebagai tempat menuntut ilmu agama. Banyak orang tua yang khawatir setelah mengetahui kejadian ini dan memutuskan untuk menarik anak-anak mereka dari pesantren tersebut, meskipun mereka tidak menjadi korban langsung. Kepala Unit PPA Satreskrim Polres Maros, Inspektur Dua Rahmatia, mengungkapkan bahwa korban berasal tidak hanya dari Maros, tetapi juga dari Kota Makassar. Kejadian ini menyebabkan banyaknya orang tua yang merasa khawatir dan memilih untuk menarik anak-anak mereka dari pondok pesantren tersebut.
Polisi juga menekankan bahwa mereka akan terus mengembangkan penyelidikan dan berupaya untuk mengungkap lebih banyak korban jika ada. Kasus ini menjadi peringatan penting bagi semua pihak terkait, terutama lembaga pendidikan agama, untuk lebih berhati-hati dalam memilih pengajar dan menjaga integritas serta kesejahteraan santri. Masyarakat pun diminta untuk memberikan dukungan kepada korban agar mereka bisa mendapatkan keadilan dan pemulihan dari trauma yang dialami.
Kepolisian setempat berharap kasus ini bisa menjadi pembelajaran bagi masyarakat luas agar kejadian serupa tidak terulang lagi di masa depan. Saat ini, pihak kepolisian masih fokus pada penyelesaian kasus ini dan berharap agar proses hukum dapat berjalan dengan adil.
More Stories
Bulog Tegaskan Status Sebagai BUMN Meski Proses Transformasi Berlanjut
Kepala Daerah Mundur: Implikasi Kalah Pilkada 2024 bagi Masyarakat dan Ekonomi
PKB Lakukan PAW Tiga Anggota DPR, Muhammad Khozin Siap Membawa Aspirasi Masyarakat