Jakarta Barat Pos – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengusulkan agar pelantikan kepala daerah hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 yang sedang bersengketa di Mahkamah Konstitusi (MK) dilaksanakan mulai 17 April 2025. Dalam rapat kerja yang digelar bersama Komisi II DPR, Tito mengajukan tiga opsi terkait teknis pelantikan yang akan dilakukan setelah proses sengketa di MK selesai.
Dalam rapat yang berlangsung pada 22 Januari 2025 tersebut, yang dihadiri oleh berbagai pihak terkait, termasuk Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), serta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Tito menjelaskan usulan tiga opsi pelantikan.
Opsi pertama adalah pelantikan serempak seluruh kepala daerah, termasuk gubernur, bupati, dan wali kota, yang akan dilakukan di ibu kota negara. Menurut Tito, jika mempertimbangkan tahapan-tahapan yang ada, pelantikan ini bisa dilaksanakan pada 17 April 2025. Hal ini karena terdapat jeda waktu yang cukup antara tahapan pemilu dan pelantikan yang membutuhkan waktu sekitar 20 hari setelah pengumuman hasil pemilu oleh KPU dan DPRD.
Namun, Tito mengakui bahwa opsi pertama tersebut bisa menghadapi tantangan, salah satunya terkait dengan pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang harus segera dilaksanakan. Selain itu, terkait dengan mutasi pejabat, waktu pelantikan yang lama bisa mengganggu proses tersebut.
Sebagai alternatif, opsi kedua yang diusulkan adalah pelantikan gubernur dan wali kota dilakukan terpisah oleh Presiden. Meskipun opsi ini memungkinkan, Tito juga mengingatkan bahwa pelaksanaan pelantikan dalam dua tahap akan menambah beban biaya karena harus melaksanakan pelantikan dua kali.
Opsi ketiga, yang dianggap lebih praktis, adalah pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur di Istana Negara pada 17 April, sedangkan pelantikan Wali Kota dan Wakil Wali Kota dilakukan oleh Gubernur terpilih pada 21 April 2025. Meski lebih sederhana, opsi ini masih memerlukan pertimbangan lebih lanjut mengenai dampaknya terhadap berbagai pihak terkait.
Pelantikan kepala daerah hasil Pilkada 2024 semula direncanakan pada 7 Februari 2025 untuk gubernur dan pada 10 Februari 2025 untuk bupati serta wali kota. Namun, karena adanya sengketa hasil pemilu yang diajukan ke MK, proses pelantikan ini terpaksa ditunda. Tito menekankan pentingnya menghargai daerah-daerah yang sedang menjalani proses sengketa di MK agar pelantikan bisa dilakukan setelah putusan final diterbitkan.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda menyebutkan bahwa rapat kerja tersebut diadakan untuk membahas perubahan jadwal pelantikan kepala daerah akibat adanya gugatan hasil pemilu di MK. Rifqi juga mengungkapkan adanya tiga klaster utama dalam gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang sedang diproses oleh MK. Tercatat sebanyak 23 perkara PHPU gubernur, 238 perkara PHPU bupati dan wakil bupati, serta 49 perkara PHPU wali kota dan wakil wali kota, yang tersebar di seluruh Indonesia.
Komisi II DPR juga mencatat bahwa dari 545 daerah yang menggelar Pilkada, sekitar 296 daerah mengajukan gugatan di MK, sementara sisanya tidak. Dua daerah juga diperkirakan akan menjalani pemilihan ulang karena kekalahan calon tunggal oleh kotak kosong.
Anggota Komisi II Fraksi PKB DPR, Indrajaya, mengusulkan agar pelantikan kepala daerah dilaksanakan setelah seluruh gugatan sengketa di MK selesai. Menurutnya, pelantikan tetap harus dilakukan secara serentak, sesuai dengan ketentuan dalam Perpres Nomor 80 Tahun 2024, yang mengatur bahwa pelantikan gubernur dilakukan pada 7 Februari 2025 dan pelantikan bupati serta wali kota pada 10 Februari 2025. Namun, karena masih ada sengketa yang belum diselesaikan, pelantikan serentak menjadi sulit dilakukan.
Indrajaya juga menyoroti masalah pemilihan ulang di dua daerah yang mengalami kekalahan calon tunggal oleh kotak kosong. Pemilihan ulang ini dijadwalkan pada 27 Agustus 2025, dan ia berpendapat bahwa pelantikan kepala daerah di dua daerah tersebut tidak dapat disesuaikan dengan jadwal pelantikan yang serentak.
Lebih lanjut, Indrajaya menyarankan agar revisi terhadap undang-undang Pilkada perlu dilakukan untuk mengantisipasi situasi seperti ini di masa depan. Ia juga menyebutkan perlunya kajian yang lebih mendalam dan uji publik mengenai regulasi terkait kepemiluan untuk memastikan agar pelaksanaan Pilkada mendatang berjalan dengan lebih lancar.
Dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut, pelantikan kepala daerah hasil Pilkada 2024 diperkirakan akan melibatkan banyak pertimbangan teknis dan hukum yang harus diselesaikan terlebih dahulu. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi jadwal pelantikan yang akan datang.
More Stories
Bulog Tegaskan Status Sebagai BUMN Meski Proses Transformasi Berlanjut
Kepala Daerah Mundur: Implikasi Kalah Pilkada 2024 bagi Masyarakat dan Ekonomi
PKB Lakukan PAW Tiga Anggota DPR, Muhammad Khozin Siap Membawa Aspirasi Masyarakat