Jakbar Pos – Direktorat Kepolisian Perairan dan Udara (Ditpolairud) Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) melaporkan keberhasilan mereka dalam mengungkap empat kasus pencurian ikan, atau illegal fishing, selama bulan Oktober ini. Pengungkapan ini merupakan bagian dari Operasi Illegal Fishing 2024 yang dilaksanakan antara 9 hingga 18 Oktober 2024, dengan tujuan untuk menjaga kelestarian sumber daya laut di wilayah perairan provinsi berbasis kepulauan ini.
Kombes Pol Irwan Deffi Nasution, Direktur Polairud Polda NTT, menyampaikan bahwa operasi ini dimulai dengan pengungkapan tiga kasus sekaligus pada hari pertama, yaitu 9 Oktober. Pengungkapan ini menunjukkan komitmen Ditpolairud dalam memerangi praktik penangkapan ikan ilegal yang merusak ekosistem laut.
Kasus pertama melibatkan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak di perairan Desa Kebirangga, Kecamatan Maukaro, Kabupaten Ende. Tim Ditpolairud menemukan sebuah perahu yang diduga menggunakan bom ikan untuk menangkap ikan. Dalam pemeriksaan, mereka menemukan sejumlah ikan jenis campuran dan dua botol bom rakitan yang siap digunakan. Praktik ini jelas melanggar hukum dan berpotensi merusak habitat laut.
Kasus kedua berhubungan dengan seorang pelaku yang menangkap ikan tanpa memiliki surat persetujuan berlayar (SPB) yang sah dari syahbandar perikanan. Pelaku, yang merupakan pemilik kapal dari Malang, Jawa Timur, diduga melanggar Pasal 98 jo Pasal 42 ayat (3) UU RI nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan. Dalam hal ini, pelaku dianggap lalai dalam mengurus dokumen persetujuan berlayar dan berusaha menghindari pungutan terkait SPB, tindakan yang merugikan sektor perikanan yang sah.
Selain itu, pada hari yang sama, Ditpolairud juga memberhentikan dan memeriksa sebuah kapal yang tidak memiliki surat izin berlayar dari Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP). Nakhoda kapal dan kapal itu dibawa ke dermaga Ditpolairud Polda NTT untuk menjalani proses hukum lebih lanjut. Dalam hal ini, nakhoda kapal diduga melanggar Pasal 93 jo Pasal 27 dan Pasal 98 jo Pasal 42 ayat (3) UU Nomor 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja yang telah diubah oleh UU Nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan serta Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 59/Permen-KP/2020 mengenai alat penangkapan ikan di wilayah perbatasan RI.
Kasus keempat yang terungkap adalah penangkapan nelayan yang menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan di wilayah perairan Tablolong. Penggunaan alat tangkap yang merusak lingkungan menjadi perhatian serius, mengingat dampaknya terhadap ekosistem laut dan keberlangsungan hidup sumber daya perikanan.
Kombes Pol Irwan menambahkan bahwa setelah tanggal 9 Oktober hingga 18 Oktober, tidak ditemukan lagi nelayan yang menggunakan alat tangkap tidak ramah lingkungan selama operasi. Hal ini menjadi indikasi positif bahwa upaya penegakan hukum dan kesadaran masyarakat mulai menunjukkan hasil.
Irwan berharap masyarakat NTT, khususnya para nelayan, dapat menjaga dan merawat laut sebagai sumber daya vital. Kesadaran untuk menjaga ekosistem laut sangat penting agar hasil tangkap tetap melimpah di masa depan. Melalui operasi ini, Ditpolairud Polda NTT menegaskan komitmennya untuk melindungi laut dari praktik ilegal dan memastikan bahwa perikanan dikelola secara berkelanjutan demi kesejahteraan masyarakat.
More Stories
Bulog Tegaskan Status Sebagai BUMN Meski Proses Transformasi Berlanjut
Kepala Daerah Mundur: Implikasi Kalah Pilkada 2024 bagi Masyarakat dan Ekonomi
PKB Lakukan PAW Tiga Anggota DPR, Muhammad Khozin Siap Membawa Aspirasi Masyarakat