14 Maret 2025

Jakarta Barat Pos

Informasi Terbaru dan Terpercaya

Kementerian Perindustrian Pecat Oknum ASN Pembuat SPK Fiktif, Tindakan Hukum Sedang Berlanjut

Kementerian Perindustrian Pecat Oknum ASN Pembuat SPK Fiktif, Tindakan Hukum Sedang Berlanjut

Sumber: merdeka.com

Jakarta Barat Pos – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah mengambil langkah tegas terhadap oknum ASN berinisial LHS yang terbukti membuat Surat Perintah Kerja (SPK) fiktif pada tahun 2023. Tindakan ini berupa pencopotan dari jabatan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan pemecatan sebagai ASN Kemenperin. Keputusan ini diambil setelah dilakukan pemeriksaan internal terhadap oknum tersebut.

Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif, mengungkapkan bahwa oknum LHS telah dipecat setelah terbukti melakukan pelanggaran serius. LHS, yang pada saat itu menjabat sebagai PPK di Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil, membuat SPK fiktif dan menerima dana dari pihak terkait yang tidak sah. Selain itu, setelah diberhentikan, LHS masih membuat SPK palsu, yang semakin memperlihatkan adanya niat untuk melawan hukum.

Febri menambahkan bahwa LHS menggunakan kewenangannya sebagai PPK untuk membuat dokumen yang seolah-olah sah, padahal tidak ada anggaran resmi untuk kegiatan tersebut. Kegiatan yang tercantum dalam SPK fiktif tersebut tidak terdaftar dalam anggaran Kemenperin dan tidak memiliki alokasi dalam DIPA tahun 2023. Febri juga memastikan bahwa tidak ada koordinasi gelap di dalam Kemenperin mengenai penerbitan SPK tersebut, karena semua dokumen tersebut merupakan rekayasa pribadi dari LHS.

Kasus ini bermula dari pengaduan masyarakat yang mencurigai adanya SPK bermasalah di Direktorat Industri Kimia Hilir dan Farmasi (IKHF) pada tahun anggaran 2023. Kemenperin pun langsung merespons pengaduan tersebut dengan melakukan pemeriksaan internal. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa oknum LHS telah menyalahgunakan jabatannya dan membuat SPK fiktif untuk kegiatan yang tidak tercatat dalam anggaran Kemenperin.

Febri menjelaskan bahwa seluruh paket pekerjaan yang diadukan terkait SPK fiktif ini tidak tercatat pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) pada tahun 2023, yang menjadi bukti kuat bahwa SPK tersebut memang tidak sah. Bahkan, salah satu SPK yang diterbitkan oleh LHS untuk kegiatan Fasilitasi Pendampingan IKHF mencapai nilai yang jauh melebihi anggaran yang ada, yakni sebesar Rp23 miliar, sementara anggaran yang seharusnya tercantum hanya Rp590 juta.

Kemenperin juga memastikan bahwa tindakan LHS tidak menyebabkan kerugian negara karena tidak ada pengeluaran yang sah terkait kegiatan tersebut. Febri menegaskan bahwa pihaknya tidak akan mengganti uang yang telah ditransfer kepada oknum tersebut oleh pihak luar karena kegiatan yang tercantum dalam SPK fiktif tersebut tidak ada dalam anggaran resmi Kemenperin.

Menyusul perbuatan tersebut, kasus ini kini tengah diproses oleh aparat penegak hukum dengan beberapa laporan masyarakat yang mengarah pada dugaan penipuan, penggelapan, dan tindak pidana pencucian uang. Febri menegaskan bahwa penegak hukum perlu mengusut tuntas asal muasal uang yang terlibat dalam kasus ini, serta modus operandi yang digunakan, agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.

Kemenperin juga mengimbau masyarakat dan penyedia jasa untuk selalu memperhatikan kegiatan pengadaan barang dan jasa di Kemenperin melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), yang merupakan sistem yang transparan dan akuntabel.